Minggu, 02 Agustus 2015

Konsep Pemerintahan - Misi Pembangunan (3)

Kini kita tengah memasuki milenium baru dengan sejumlah tantangan baru. Kita sadar bahwa kehidupan tidak akan kembali ke masa lalu, namun bergerak cepat ke depan menyongsong perubahan yang begitu canggih dan menantang. Kemajuan teknologi secara umum memang sangat cepat berkembang, namun kemajuan teknologi informasi jauh melebihi kemajuan teknologi di sektor konstruksi, fisik, dan lain sebagainya. Sebab informasi begitu mudahnya sekarang menembus layar kaca televisi kita, internet yang sudah sampai ke desa, masuk merambah ke rumah-rumah penduduk mulai dari anak-anak sampai dengan orang dewasa.
Alvin Toffler menyebutkan abab 21 ini sabagai era informasi atau gelombang ketiga yang sangat cepat. Dalam hal ini Alvin Toffler mengingatkan kita akan terjadinya perubahan dinamika kekuasaan, dimana kekuasaan akan lebih banyak ditentukan oleh luas dan kedalaman penguasaan informasi. Bersamaan dengan itu juga, Kenichi Ohmae menyebut kondisi abad 21 ini semakin menipisnya batas-batas negara, propinsi, dan kabupaten. Kita memang memiliki batas administratif pemerintahan yang sangat jelas, namun dinamika masyarakat yang terjadi sehari-hari adalah seperti isyarat yang dikemukakan kedua pakar tadi.

Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan siap atau tidak harus mampu menangkap dan sekaligus menggunakan jasa teknologi infomasi itu untuk kemaslahatan masyarakat. Di samping itu juga, Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan yang merupakan suatu birokrasi paling dekat kepada masyarakat, berbeda dengan pemerintah pusat atau pemerintah propinsi yang tidak terlalu banyak berinteraksi langsung dengan rakyat secara luas harus senantiasa bisa berkomuniksi dengan masyarakat, atau paling tidak, sosok Pemda harus akrab dengan masyarakat dan wellcome dengan kantor pemerintah daerahnya sendiri.

Pada era Orde Baru, masyarakat bawah (grass root) "enggan" untuk datang ke kantor Pemda, karena Pemerintah Daerah dianggap lebih banyak mempersulit dan membuat masalah baru ketimbang mempermudah dalam menyelesaikan masalah. Demikian juga iklim sentralisasi yang dibangun oleh Orde Baru hingga hari ini masih belum sembuh total dalam Pemerintahan Kabupaten Bengkulu Selatan bahkan masih dipelihara. Ketika Orde Baru masih berkuasa, pegawai hanya digiring untuk selalu loyal. Sedangkan inisiatif dan kreativitas tidak pernah ditumbuh-kembangkan, bahkan secara sistematis ditekan dan dihilangkan agar tidak mengganggu kehebatan sentralisasi kekuasaan Orde Baru.

Secara political will era semacam itu telah berlalu, karena di mana-mana tumbuh keinginan politik yang sangat kuat untuk meninggalkan gaya sentralisasi kekuasaan Orde Baru. Tetapi persoalannya, apakah sebuah kebiasaan yang dibina selama 32 tahun, atau bahkan hampir 40 tahun berjalan mengalir dalam darah dan daging pemerintahan dapat dihilangkan begitu saja?. Inilah tantangan yang kita hadapi hari ini, bahwa membangun tindakan nyata dalam kerjasama menjalankan pemerintahan sehari-hari yang bebas dari belenggu sentralisasi kekuasaan pusat belenggu kekuasaan politik lokal. Itu artinya kita memerlukan perubahan budaya birokrasi. Kita harus membuang pradigma lama, dan segera menancapkan paradigma baru. Pandangan yang dahulu menyebut, kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah; atau kalau bisa ditunda besok, mengapa diselesaikan hari ini, tentunya akan kita tinggalkan.

Kita perlu memahami bersama bahwa upaya membebaskan diri dari logika dan tindakan sentralisasi, yang biasanya ditandai dengan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan, adalah pekerjaan berat yang harus dipikul bersama untuk kita tinggalkan. Berat memang karena menyangkut perubahan karakter manusia dan sejumlah kenikmatan kekuasaan yang sudah lama dirasakan. Oleh karena itu, di era reformasi ini kita harus berani meninggalkan kebiasaan lama yang dibangun oleh rezim Orde Baru. Artinya, seorang pemimpin (pemerintah) harus senantiasa mengabdi untuk kepentingan rakyat dan selalu dekat dengan rakyat, sebagaimana yang diajarkan Max Weber, bahwa "politic ist beruf und berufung". Artinya, politik adalah tugas jabatan dan panggilan hidup.

Kini para pakar juga tengah mengenalkan dan mensosialisasikan konsep baru yang dikenal dengan reinventing government, yang intinya adalah pemerintah mengambil peran sebagai katalisator, yakni berfungsi dalam pengaturan atas dinamika publik, memberikan insentif bagi yang pantas menerimanya, serta melakukan pengawasan. Konsep ini menegaskan bahwa fungsi pemerintah itu tidak perlu mengintervensi dan merambah kepada berbagai aturan masyarakat, yang itu sebenarnya bisa diselesaikan sendiri oleh interaksi masyarakat itu sendiri.
Pemahaman terhadap konsep reinventing government ini sangat mendesak untuk segera disosialisasikan kepada semua birokrat sampai kepada lapisan paling bawah, sekaligus perlu diketahui oleh masyarakat luas. Konsep itu bisa kita kembangkan sebagai kontrak sosial (social contract) atau suatu perjanjian antara pemerintah dengan masyarakat luas.

Manfaat besar yang dapat kita peroleh dari konsep tersebut meliputi dua sisi yang sangat strategis. Pertama, bagi publik secara keseluruhan akan mengundang gairah baru untuk berhubungan dengan Pemerintah Kabupaten. Salah satu dampak dari pemerintah Orde Baru yang paling buruk adalah senantiasa memperbesar rasa tidak berdaya dan masa bodoh masyarakat. Mereka malas untuk berhubungan dengan aparatur pemerintah, sebab dalam alam yang mereka mengenai pemerintah lebih banyak mempersulit dan membuat masalah baru ketimbang mempermudah dalam menyelesaikan masalah.
Kedua, Pemerintah Kabupaten sendiri harus membuat pagar pengaman agar tidak terlibat dalam berbagai bentuk abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan. Di sisi lain, pembatasan fungsi itu sangat perlu dilakukan agar bisa mengasah kemampuan agar betul-betul menjadi tenaga profesional dalam menjalankan tugasnya yang netral dari kepentingan politik para elite partai dan kekuatan politik lainnya.

Konsep reinventing government mengisyaratkan adanya keharusan birokrasi untuk memahami sikap entrepreneur. Selanjutnya pemerintah kebupaten itu bersifat sebagai berikut:
a. Lebih banyak mengarahkan ketimbang melaksanakan sendiri
b. Memberikan wewenang ketimbang melayani langsung
c. Semangat kompetisi dalam proses pelayanan
d. Lebih menekankan pemahaman kepada misi ketimbang mengandalkan tumpukan peraturan di atas kertas
e. Lebih berorientasi kepada hasil kerja ketimbang masukan
f. Orientasi pada pengguna jasa birokrasi
g. Lebih berpikir menghasilkan ketimbang membelanjakan
h. Mengutamakan pencegahan daripada mengobati
i. Sangat mempertimbangkan kehendak dan kepentingan pasar, dan
j. Bertumpu kepada model desentralisasi
Dengan menerapkan konsep reinventing government di era otonomi daerah ini, kita bisa mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean governance) serta mengikis habis berbagai praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menjadi cita-cita bersama.

Setelah kita mampu menerapkan konsep reinventing government, kita berharap pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan dapat melaksanakan secara ketat dan disiplin, agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memang terbatas itu tidak berjejeran dan disalahgunakan. Dan juga kita berharap kepada Pemerintah Kabupaten agar dapat mendorong dan mendongkrak perekonomian daerah. Dari sana pulalah kita berharap PAD secara pelan tapi pasti dapat meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar