Rabu, 13 Mei 2009

GURU KENCING BERDIRI, MURID.....?


Oleh : Gusnan Mulyadi, SE. MM

Saya sedang di berada di Jakarta pada saat pada tanggal 21 April 2009 kemarin issue di internet merebak tanpa terkendali “Dugaan pembocoran soal 16 kepala sekolah dan 9 guru fisika Bengkulu Sekolah di tangkap Polisi” . Saya belum begitu percaya dengan issue tersebut walau dengan kecanggihan teknologi saya dapat memantau perkembangan itu menit demi menit dari gengaman. Saya kembali terhenyak ketiga Koran Tempo tanggal 12 April 2009 memuat berita “Polisi Sidik Dugaan Pembocoran Soal Di Bengkulu”, saya kembali terhenyak ternyata benar. Kemudian komentar diskusi jarak jauh dengan Facebook (internet) masih tetap hangat “Wah itu menang guru gak bener, Ini salah sistem pendidikan, Ini akibat standarisasi UAN yang tidak adil”. Dan masih banyak lagi yang lainnya. Lantas saya berfikir apakah yang salah dengan kasus ini, ini pasti ada yang salah. Kemudian saya teringat dengan tulisan saya beberapa waktu yang lalu juga pernah dimuat di harian kebanggaan saya ini “Radar Selatan” yaitu “Potret Buram Pendidikan VS Masa Depan Jaya” .
Salah satu bahasannya yaitu ; Kegagalan pendidikan ini bukanlah merupakan kesalahan guru semata namun seperti saya uraikan tadi kesalahan paling mendasar adalah kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaran sistem pendidikan (dikotomi). Kedua, masalah lainnya, yaitu berbagai problem yang berkaitan aspek praktis/teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti : (1).Rendahnya sarana fisik, karena pemerintah lebih mementingkan proyek-proyek mercusuar. (2). Rendahnya kualitas guru, karena rendahnya kepedulian pemerintah untuk memberikan biaya pendidikan dan pelatihan-pelatihan motivasi, keterampilan, Imtaq kepada para guru. (3). Rendahnya prestasi siswa, dikarenakan kurang sarana-prasarana serta fasilitas pendidikan dan rendahnya kualitas guru, tidak adanya terobosan dari pemerintah untuk menambah jam belajar, matapelajaran lokal dan gaji/honor kelebihan jam mengajar. (4). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan karena pembangunan yang tidak merata dan dalam serta lebarnya jurang pemisah antara Sikaya dan Simiskin. Saya yakin, tekad baja, niat tulus dengan segenap keikhlasan yang dilandasi kejujuran dan kecintaan terhadap profesi, seorang guru tidak pernah mengeluh dalam melaksanakan jihad memberantas kebodohan di negeri ini. Makanya saya sangat sedih, saat hinaan, fitnah, cacian yang dialamatkan kepada guru karena gagalnya pendidikan dinegeri ini. Mereka berkata “Pendidikan ini hancur dan gagal karena kesalahan guru”. Saudaraku tercinta ! Semoga Allah memberikan kesabaran kepada kita semua Amin. (www.gusnan-mulyadi.blogspot.com)
Nah sekarang apa hubungannya antara persoalan di atas dengan kebocoran soal yang terjadi dan sudah menjadi isu nasional ini. Mari kita urai benang merahnya. Tujuan seorang guru tidak ada lain dan tidak bukan hanya untuk melihat anak didiknya berhasil dengan prestasi yang membanggakan. Untuk mencapai tujuan tersebut lantas si guru berfikir bagai mana caranya agar si murid bisa sukses dan berhasil pada saat ujian nasional tahun 2009 ini. Kenapa si guru berkeinginan keras agar anak-anak didiknya berhasil ?. Jawabannya ya itu di atas tadi “yang menjadi kambing hitam kegagalan pendidikan selalu saja guru”, salah satu bukti yaitu saat kasus kebocoran soal ini para pejabat pemerintah selalu memojokan guru dan menyalahkan guru, tanpa bertanya kenapa hal ini terjadi. Saya baca di www.rakyatbengkulu.com malah pemerintah segera akan melakukan pemecatan mereka sebagai kepala sekolah, sangat ironis. Pernahkah pemerintah atau pemimpin bertanya ke mereka kenapa melakukan itu ?, sadarkah parah pemimpin bahwa kalau tingkat kelulusan rendah maka pemerintah atau pemimpin selalu menyalahkan guru, ini benar-benar menyedihkan (yaa mungkin karena saya anak guru mungkin jadi agak berfikir berbeda dengan mereka yang selalu menyalahkan guru. Karena guru tidak mau anak didiknya gagal sebab kalau itu terjadi maka guru kena sumpah serapah, maka mereka nekad melakukan tindakan tidak terpuji dengan membocorkan soal. Saya berkata begitu karena saya yakin mereka yang melakukan itu bukan untuk mencari uang, kalau mereka mencari uang maka tidak mungkin dibahas bersama dan pasti mereka memberikan kepada anak orang kaya.
Sekarang coba kita lihat lebih jauh lagi, ujian nasional adalah ujian yang dilakukan dengan standar nasional, jadi menurut saya sangat tidak adil sekali kalau kita harus menyamakan kemampuan murid di pulau Jawa dengan murid di Bengkulu Selatan. Beberapa perbedaan yang sangat mendasar antara lain ; 1). Fasilitas pendidikan di pulau Jawa jauh lebih baik dari Bengkulu Selatan, 2). Tingkat penghasilan lebih tinggi sehingga orang tua lebih bisa memberikan pelajar tambahan / les atau memberikan buku-buku bahkan komputer internet untuk anak-anak mereka. 3). Buku dan bahan bacaan di perpustakan serta alat peraga jauh lebih lengkap di pulau Jawa di Banding Bengkulu Selatan. 3). Pendapatan Asli Daerah pasti lebih besar sehingga pemerintah mempunyai cukup dana untuk menyukseskan pendidikan, dan masih banyak lagi lainnya. Jadi menurut saya sistem standarisasi UN ini pun tidak adil. Ketidakadilan ini juga menyebabkan guru juga turut tertekan bagai mana nantinya murid-murid mereka apakah bisa lulus atau tidak. Hal ini juga mendorong para guru untuk berlaku kurang jujur, sebab sistem dan standarisasinya duluan tidak jujur.
Kita semua harus sadar bahwa kunci keberhasil suatu negara itu adalah sumberdaya manusia yang berkwalitas, SDM berkwalitas tidak akan mungkin dapat di raih bila pendidikan kita bobrol, pendidikan pasti akan bobrok apabila pemerintah tidak mengurusi dunia pendidikan ini dengan serius. Terkhusus untuk Bengkulu Selatan masih sangat banyak yang harus di benahi dan beberapa ide saya sudah saya paparkan di Radar Selatan beberapa waktu lalu. Kalaupun pemerintah dan segenap jajaran pendidikan tidak mau berkerja keras dan berfikir cerdas, maka saya yakin hal ini akan terjadi lagi.
Kembali kepada kasus pembocoran soal, jadi siapa yang salah ? Menurut saya yang salah ya institusi pendidikan dan pemerintah walau secara individu tentu tindakan guru tersebut sangat salah dan bukan solusi memperbaiki pendidikan, namun sekali lagi dalam kasus ini jangan terlalu memojokan guru, sebab yang lain juga salah. Niat guru ingin menolong murid tapi dengan jalan yang kurang terpuji. Lantas, dalam merenungi kasus ini saya teringat dengan sebuah pepetah lama “Guru Kencing Berdiri Murid Kencing Berlari, ternyata itu sudah tidak tepat untuk saat ini mungkin yang lebih tepat adalah Guru Kencing Berdiri Murid Ngencingi Guru. Lah kenapa saya berkata begitu ?. Buktinya niat untuk menolong murid tapi dengan jalan yang salah maka guru menjadi sengsara, sementara murid senang-senang saja bahkan ada sebagian orang yang mencemookan ulah guru tersebut. Saya pribadi merasa sangat prihatin terhadap para guru yang terlibat, sabar dan jalanilah semua ini dengan ikhlas guruku, apapun yang terjadi engkau tetap guru-guru terbaik di mataku, ingin aku membelah mu tapi apa dayaku. (Penulis Alumni FE UNIB silahkan baca di www.gusnan-mulyadi.blogspot.com

BALIAK BELANJU KE DUSUN LAMAU


Oleh : Gusnan Mulyadi, SE. MM

Setiap manusia mempunyai cita-cita dan harapan begitu juga dengan Kabupaten Bengkulu Selatan, cita-cita dan harapan tersebut sudah di tetapkan oleh para pendahulu pendiri kabupaten Bengkulu Selatan. Sesuai dengan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan adat istiadat serta kebiasaan maka cita-cita didirikannya kabupaten Bengkulu Selatan tergambar jelas dalam lambang daerah Kabupaten Bengkulu Selatan. Untuk menyegarkan kembali ingatan kita semua, berikut ini saya mencoba mengajak pembaca untuk kembali bersejarah “Belanju Kedusun Lamau” bagai mana cita-cita luhur pendiri Bengkulu Selatan ini .
Bintang bersudut lima, melambangkan ketuhanan yang maha esa sekaligus melambangkan pancasila. lambang lebah dengan sarangnya memiliki makna melambangkan bahwa rakyat Bengkulu Selatan dapat bekerja sama atau bergotong royong bagaikan lebah yang dipimpin ratunya dalam keikutsertaan membangun daerahnya. Keris dan rudus adalah melambangkan senjata untuk mempertahankan harga diri rakyat Bengkulu Selatan bila nilai-nilai kepribadian rakyat dilanggar sekaligus melambangkan sikap patriotisme rakyat Bengkulu Selatan. Cerana melambangkan bahwa Bengkulu Selatan mempunyai adat istiadat yang menghormati dan terhormat. Rakyat Bengkulu Selatan dalam tata pergaulan sehari-hari terhadap tamu dan teman sangat tinggi rasa cinta kasihnya. Dalam muamalat senantiasa diatur menurut adat dan sopan santun yang berlaku semenjak zaman nenek moyang. Kulintang adalah pelambang seni dan budaya rakyat Bengkulu Selatan dalam berbagai keperluan walima. Padi dan cengkeh yang memiliki arti sumber penghasilan rakyat Bengkulu Selatan yang terbesar di propinsi Bengkulu waktu itu. Untaian padi dan cengkeh, diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Bengkulu Selatan. Kemudian dari arti kiasan warna yang dipakai dalam lambang Bengkulu Selatan, hijau melambangkan bahwa Bengkulu Selatan adalah subur, pertanian dan cocok tanam merupakan usaha yang sangat potensial untuk mensejahterahkan rakyat. Kuning emas melambangkan harapan masa depan Bengkulu Selatan yang gemilang sekaligus melambangkan kemuliaan watak dan budi pekerti. Hitam melambangkan bahwa kemungkinan di balik potensi yang nyata masih banyak kekayaan alam di Bengkulu Selatan yang belum ditemukan dan memerlukan penelitian ilmiah untuk menunjang pembangunan daerah di Bengkulu Selatan. Merah melambangkan watak keberanian dan kepahlawanan rakyat Bengkulu Selatan.
Potensi tersebut sayangnya belum termanfaatkan secara optimal dan efektif, sehingga belum terwujud harapan atas kesejahteraan, kejayaan dan keluhuran hidup masyarakat Bengkulu Selatan. Saat ini sudah semakin menggema adanya tuntutan masyarakat akan tampilnya figur pimpinan yang benar-benar memahami potensi daerahnya dan mampu membawa Bengkulu Selatan pada terwujudnya cita-cita luhur tersebut.
Memang kalau kita cerna pemaparan akan cita-cita masyarakat Bengkulu selatan tersebut mungkin terlalu muluk untuk dicapai, terlalu indah untuk dibayangkan, anggapan tersebut mungkin benar apalagi selama ini cita-cita luhur tersebut bukanlah merupakan acuan dari para pemimpin untuk mengambil kebijaksanaan. Lambang segi lima yang melambangkan ketuhanan dan pancasila seolah-olah lenyap terkubur di telan modernisasi yang salah dimaknai, memang setiap masjid penuh dengan anak mengaji Iqra tapi tidak sedikit anak anak yang terjebak narkoba, sangat susah mencari anak yang menghormati gurunya. Setiap masjid selalu di ramaikan oleh jamaahnya tapi antara jamaah tetap saling bersaing tidak sehat dalam kehidupan, masih sangat banyak sekali pemeluk islam hanya paham agama tapi tidak memahami atau mendapatkan iman, pada saat hari juma’t masjid-masjid penuh dengan jamaah tapi mungkin sedikit sekali yang khusus merasakan kehadiran Allah saat sujudnya, pada bulan rahmadan setiap anak kecil orang tua diwajibkan puasa dan bila tidak puasa dianggap tidak beriman dan pengkhianat islam, tapi makna dan hakikat fitrah yang mau diraih tidak pernah di terlihat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yang miskin tetap kelaparan sementara yang lain buncit kekenyangan, para petani menjerit mencari pupuk yang lain bergembira menumpuk dan monopoli pupuk, masyarakat menyerahkan amanah kepada pemimpin baik pemerintah maupun legislatif namun mereka selalu untuk mengkhianati amanah tersebut, rakyat diberikan hak dan kewenangan untuk memilih wakil dan pemimpin tapi dengan sangat menyedihkan mereka menjual hak dan masa depan dengan uang lebih kurang Rp. 100.000,-, jadi percuma saja puasa itu kalau tidak mendapatkan fitrah.
Gambar lebah dan sarangnya yang melambangkan sifat kebersamaan gotong royong dalam kebaikan, mengambil yang halal dan membuat yang terbaik, hilang sudah, kebersamaan berganti dengan sifat mau menang sendiri dan tidak peduli dengan sesama, gotong royong dalam kebaikan berganti korupsi berjamaah dan gotong-royong untuk melakukan kezaliman.Keris dan Rudus yang melambangkan keberanian dan patriotisme berganti menjadi berani membelah yang bayar dan berjuang hanya mau kalau dikasih uang. Cerana melambangkan bahwa Bengkulu Selatan mempunyai adat istiadat yang menghormati dan terhormat sudah berganti sebagai lambang untuk mengemiskan diri kepada penguasa dan lambang gila hormat bagi penguasa. Kulintang adalah pelambang seni sudah jauh panggang dari api, pemerintah sengaja tidak pernah mengajarkan kepada murid-murid sekolah bagai mana adat istiadat, diantara 100 anak belum tentu ada 2 yang bisa menari adat, seni dendang hanya milik mereka yang sudah tua dan dikampung saja, semboyan keciak benamau besar gelar (betutugh) lenyap sudah, banyak anak muda yang tidak tahu manau Wan, manau Pak Uncu, Manau Wak Manau Mamak.
Padi dan cengkeh yang memiliki arti sumber penghasilan rakyat, Untaian padi dan cengkeh, diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Bengkulu Selatan kini hanya menjadi harapan hampa. Padi tidak bisa diharapan menjadi sumber penghidupan lagi sementara cengkeh yang dulu bisa membuat orang jadi perlente kini para pemiliknya sudah banyak yang kere.
Kemudian dari arti kiasan warna yang dipakai dalam lambang Bengkulu Selatan, hijau melambangkan bahwa Bengkulu Selatan adalah subur, pertanian dan cocok tanam merupakan usaha yang sangat potensial untuk mensejahterahkan rakyat. Mungkin kiasan warna hijau ini belum luntur sebab potensi kekayaan terpendam Bengkulu Selatan tetap setia menunggu pinangan sang pangeran pengerak perubahan. Namun yang sangat kita sedihkan silih berganti pangeran menaiki tahta raja sekundang setungguan, mulai dari bupati Baksir sampai bupati Fauzan Jamil belum ada raja bijak dambaan rakyat yang kalah perala, sayang dan bijaksana, walau kita sendiri harus berani jujur memang sudah sangat banyak jasa pembangunan yang mereka tinggalkan, tapi kalau kita bandingkan dengan daerah lain yang seumuran atau yang baru pemekaran Kabupaten Bengkulu Selatan masih jauh ketinggalan. Para pemimpinan yang ada dalam kekuasaan, mpuak sekundang ndiak setungguan, lemak cuma ngiciak tapi ndiak lemak berasan, mpuak lemak berasan segau padu, mudah-mudahan kini di tangan Cartaker Bapak Gubernur Agusrin M. Najamudin akan ada perubahan yang diharapkan jangan pulau perubahan yang nyempitkan pikiran. Kita patut bangga dengan beberapa geberakan pembangunan yang sudah dilakukan Bapak Gubernur Agusrin, mudah-mudahan ini juga beliau lakukan untuk Bengkulu Selatan.
Dengan uraian singkat yang sangat sederhana ini saya tetap berharap kepada segenap rakyat Bengkulu Selatan, Pemerintah dan Legislatif (Anggota Dewan) agar kita semua kembali dapat membelokan arah bahtera tujuan pembangunan sesuai dengan cita-cita awal yaitu menuju dermaga kesejahteraan para penumpangnya yaitu rakyat Bengkulu Selatan yang sejahtera lahir dan bhatin. Apalagi kini sudah banyak ragam perubahan, lambang Kulitang yang melambangkan adat istiadat dalam kehidupan sudah bertambah dengan Tambur Padang dan Gamelan Jawa dengan tari indah Tor-tor Sumatera Utara, demikian juga soal agama yang berbeda jangan dijadikan penyebab untuk berbeda tapi jadikanlah penyebab untuk tenggang rasa berkerja sama untuk membangun daerah.
Jak di ulu ndak ke Mannak, Jalan melintas bukit barisan, La rindu kami ngan adiak-sanak, Jadi terobati dengan tulisan. (Penulis Alumni FE UNIB silahkan baca di www.gusnan-mulyadi.blogspot.com)