Selasa, 12 Juli 2011

Kakek 100 Tahun Meraih Gelar Sarjana


Pada tanggal 3 Agustus 2011 nanti usia Leo Plass akan mencapai 100 tahun. Namun hadiahnya sudah ia dapatkan pada 11 Juni kemarin. Tak tanggung-tanggung hadiah itu ia buat sendiri dan dunia menyukainya. Hal ini karena ia mencatatkan rekor dunia sebagai orang tertua yang berhasil meraih gelar sarjana pada usia 99 tahun lebih 10 bulan, atau dua bulan menjelang hari ulang tahunnya.

Plass sebenarnya dulu sudah kuliah di Eastern Oregon University sejak tahun 1930. Saat itu universitas ini masih bernama Eastern Oregon Normal School dan ia mengambil jurusan pendidikan dengan harapan setelah lulus akan jadi guru.

Sambil kuliah ia mengajar private anak-anak SMA di kotanya untuk membayar uang kuliahnya. Dari hasil ini ia bisa menabung. Namun keadaan ekonominya mulai memburuk ketika terjadi "depresi ekonomi" di Amerika. Orangtuanya sendiri harus menutup perkebunannya sedangkan bank tempatnya menabung juga bangkrut. Plass sampai kehilangan tabungannya sebesar 400 dolar AS, nilai yang besar untuk ukuran saat itu!

Di tengah kesulitan itu, ia mendapat pekerjaan menarik. Seorang temannya menawarkan pekerjaan di logging company, perusahaan penebangan kayu dengan upah dua kali lipat. Dengan mengajar private ia mendapat pemasukan US$ 80 sebulan sedangkan dari di perusahaan ini ia ditawari US$ 150 sebulan. Kesempatan ini tak ia sia-siakan meski harus meninggalkan bangku kuliah. Padahal saat itu ia tinggal setahun lagi untuk lulus.

Mendapatkan uang berlimpah dari pekerjaannya membuat ia lupa untuk melanjutkan kuliahnya. Lalu 79 tahun kemudian, atas desakan kemenakannya, Plass melanjutkan kuliah lagi. Ini pada awalnya sulit dilakukan. Namun setelah melakukan penelitian, pihak universitas bisa menemukan karya tulis Plass, yang merupakan prasyarat untuk bisa melanjutkan kuliah guna meraih gelar sarjana.

Maka di usia hampir 100 tahun Plass pun kembali ke kampus. Ketika pertama kali kuliah ia diajak jalan-jalan keliling kampus. "Ya, ampun, semuanya sudah berubah," katanya. Dan melalui ketekunannya maka Leo Plass berhasil meraih gelar sarjananya. "Saya cuma membutuhkan waktu 79 tahun untuk menyelesaikan kuliah," katanya. Plass membuktikan bahwa belajar tak ada akhirnya. Luar biasa!!

Dikutip dari
Penulis : Tim AndrieWongso.com
Jumat, 24-Juni-2011

Kisah Kasih Tulus Si Bocah Polos


Banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran, namun pelajaran hidup dari mereka yang melakukannya tanpa niat memberi teladan akan sangat mengena. Pelajaran itu datang dari anak-anak yang masih polos, di antaranya sebagai berikut.

Zhang Da harus menanggung beban hidup yang berat ketika usianya masih sangat belia. Tahun 2001, ketika usianya menjelang 10 tahun, Zhang Da harus menerima kenyataan ibunya lari dari rumah. Sang ibu kabur karena tak tahan dengan kemiskinan yang mendera keluarganya. Yang lebih tragis, si ibu pergi karena merasa tak sanggup lagi mengurus suaminya yang lumpuh, tak berdaya, dan tanpa harta. Dan ia tak mau menafkahi keluarganya.

Maka Zhang Da yang tinggal berdua dengan ayahnya yang lumpuh, harus mengambil-alih semua pekerjaan keluarga. Ia harus mengurus ayahnya, mencari nafkah, mencari makanan, memasaknya, memandikan sang ayah, mencuci pakaian, mengobatinya, dan sebagainya.

Yang patut dihargai, ia tak mau putus sekolah. Setelah mengurus ayahnya, ia pergi ke sekolah berjalan kaki melewati hutan kecil dengan mengikuti jalan menuju tempatnya mencari ilmu. Selama dalam perjalanan, ia memakan apa saja yang bisa mengenyangkan perutnya, mulai dari memakan rumput, dedaunan, dan jamur-jamur untuk berhemat. Tak semua bisa jadi bahan makanannya, ia menyeleksinya berdasarkan pengalaman. Ketika satu tumbuhan merasa tak cocok dengan lidahnya, ia tinggalkan dan beralih ke tanaman berikut. Sangat beruntung karena ia tak memakan dedaunan atau jamur yang beracun.

Usai sekolah, agar dirinya bisa membeli makanan dan obat untuk sang ayah, Zhang Da bekerja sebagai tukang batu. Ia membawa keranjang di punggung dan pergi menjadi pemecah batu. Upahnya ia gunakan untuk membeli aneka kebutuhan seperti obat-obatan untuk ayahnya, bahan makanan untuk berdua, dan sejumlah buku untuk ia pejalari.

Zhang Da ternyata cerdas. Ia tahu ayahnya tak hanya membutuhkan obat yang harus diminum, tetapi diperlukan obat yang harus disuntikkan. Karena tak mampu membawa sang ayah ke dokter atau ke klinik terdekat, Zhang Da justru mempelajari bagaimana cara menyuntik. Ia beli bukunya untuk ia pelajari caranya. Setelah bisa ia membeli jarum suntik dan obatnya lalu menyuntikkannya secara rutin pada sang ayah.

Kegiatan merawat ayahnya terus dijalaninya hingga sampai lima tahun. Rupanya kegigihan Zhang Da yang tinggal di Nanjing, Provinsi Zhejiang, menarik pemerintahan setempat. Pada Januari 2006 pemerintah China menyelenggarakan penghargaan nasional pada tokoh-tokoh inspiratif nasional. Dari 10 nama pemenang, satu di antaranya terselip nama Zhang Da. Ternyata ia menjadi pemenang termuda.

Acara pengukuhan dilakukan melalui siaran langsung televisi secara nasional. Zhang Da si pemenang diminta tampil ke depan panggung. Seorang pemandu acara menanyakan kenapa ia mau berkorban seperti itu padahal dirinya masih anak-anak. "Hidup harus terus berjalan. Tidak boleh menyerah, tidak boleh melakukan kejahatan. Harus menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab," katanya.

Setelah itu suara gemuruh penonton memberinya applaus. Pembawa acara menanyainya lagi. "Zhang Da, sebut saja apa yang kamu mau, sekolah di mana, dan apa yang kamu inginkan. Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah dan mau kuliah di mana. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebutkan saja. Di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!" papar pembawa acara.

Zhang Da terdiam. Keheningan pun menunggu ucapannya. Pembaca acara harus mengingatkannya lagi. "Sebut saja!" katanya menegaskan.

Zhang Da yang saat itu sudah berusaha 15 tahun pun mulai membuka mulutnya dengan bergetar. Semua hadirin di ruangan itu, dan juga jutaan orang yang menyaksikannya langsung melalui televisi, terdiam menunggu apa keinginan Zhang Da. "Saya mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri. Mama kembalilah!" kata Zhang Da yang disambut tetesan air mata haru para penonton.

Zhang Da tak meminta hadiah uang atau materi atas ketulusannya berbakti kepada orangtuanya. Padahal saat itu semua yang hadir bisa membantu mewujudkannya. Di mata Zhang Da, mungkin materi bisa dicari sesuai dengan kebutuhannya, tetapi seorang ibu dan kasih sayangnya, itu tak ternilai. Pelajaran moral yang tampak sederhana, tetapi amat bermakna. Setuju kan?

Dikutip DARI
Penulis : Tim AndrieWongso.com
Selasa, 12-Juli-2011